Contoh Kasus

Kamis, 13 Desember 2012

0 komentar
Jakarta - Bank Indonesia mencatat pada bulan Mei 2012 terdapat 1009 kasus fraud yang dilaporkan dengan nilai kerugian mencapai Rp 2,37 miliar. Jenis fraud yang paling banyak terjadi adalah pada pencurian indentitas dan Card Not Present (CNP) yaitu masing-masing sebanyak 402 kasus dan 458 kasus dengan nilai kerugian masing-masing mencapai Rp 1,14 miliar dan Rp 545 juta yang dialami oleh penerbit.

"Kita sadari jumlah kejahatan terbesar dalam layanan perbankan elektronik ada pada alat pembayaran menggunakan kartu terutama penggunaan kartu kredit,"kata Deputi Gubernur BI Ronald Waas saat membuka Seminar Nasional Pencegahan dan Penanganan Kejahatan Pada Layanan Perbankan Elektronik di gedung BI, Jakarta, Kamis (5/7/2012).

Berdasarkan data Mastercard, peringkat fraud Indonesia berada pada posisi kedua terendah dibandingkan dengan negara lain di Asia Pasifik. Saedangkan berdasarkan data Visa peringkat fraud Indonesia berada pada posisi ketiga terendah dibandingkan dengan negara asia lain di Asia Tenggara jauh di bawah Singapura dan Malaysia." Perhitungan ini diperoleh berdasarkan nilai fraud dengan total nilai transaksi dalam periode perhitungan,"jelasnya.

Sementara itu, berdasarkan kajian yang dilakukan Indonesia Security Inciudent Response Team on Internet Infrastructure ada beberapa titik rawan dalam keamanan dan kasus kejahatan terkait layanan perbankan elektronik di Indonesia, seperti kerawanan prosedur perbankan. "Lemahnya proses identifikasi dan validasi calon nasabah sehingga mudah untuk dilakukan pemalsuan identitas,"jelasnya.

Selain itu, ada kerawanan fisik dimana kartu ATM yang digunakan bank saat ini jenisnya magnetic stripe card yang tidak dilengkapi pengaman chip sehingga skimming PIN mudah dilakukan. Kerawanan aplikasi dan kerawanan perilaku dan kerawanan regulasi dan kelemahan penegakan hukum.

Lebih lanjut, Ronald mengatakan penggunaan chip pada kartu ATM atau debit juga sudah mulai digagas dan selambat-lambatnya dilakukan pada akhir tahun 2015. Selain itu, penggunaan 6 digit PIN pada akhir 2014 mendatang. "Kajian, sudah pasti 4 dan 6 digit lebih susah nebak yang 6 digit kan. Kita musti kombinasinya lebih banyak dibanding 4 digit,"pungkasnya. (IMR/MKS)



Pembayaran Berbasis Kartu Chip Aman dari Pembobolan

Wiji Nurhayat - detikfinance
Jakarta - Penggunaan chip dalam sebuah kartu pembayaran baik kartu kredit, ATM/debet hingga e-money merupakan teknologi yang paling aman. Dalam arti, skema pembayaran dengan menggunakan chip merupakan teknologi yang bebas dari pembobolan atau fraud.

Demikian diungkapkan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas saat ditemui wartawan di sela-sela acara Pencegahan dan Penanganan Kejahatan Pada Layanan Perbankan Elektronik di Bank Indonesia, Kamis (5/7/2012).

"Penggunaan chip pada kartu ATM/debit juga sudah mulai digagas dan selambat-lambatnya 2015 harus dilakukan secara penuh," ungkapnya.

"Dengan penggunaan kartu chip, Fraud kita turun 30 % sampai dengan tahun ini," imbuh Ronald.

Pada bulan Mei 2012, tercatat 1.009 kasus fraud yang dilaporkan dengan kerugian mencapai Rp 2,37 miliar.Jenis Fraud yang yang paling banyak terjadi adalah pencurian identitas dan CNP (Card Not Present) yaitu masing masing sebanyak 402 kasus dan 458 kasus dengan nilai kerugian mencapai Rp 1,14 miliar dan Rp 545 juta yang dialami 18 penerbit.

"Kita akan berlakukan chip tidak hanya untuk kartu ATM/debit saja tetapi kita juga sedang duduk sama-sama dengan pelaku industri untuk menerapkan E-Money berbasis chip." Jelas Ronald.

Menurutnya, BI sedang melakukan pembicaraan dengan para pelaku industri untuk menetapkan e-money dalam sistem pembayaran berbasis chip. BI sendiri dengan industri sedang membangun autensifikasi yang mencakup sertifikasi body dan sertifikasi autentifikasi itu sendiri.

"Chip yang digunakan tentu saja chip yang punya standard dan kita sudah punya itu, bentuknya mungkin mikro," ungkap Ronald.

Surat Edaran No. 13/22/DASP/2011 tentang Implementasi Teknologi Chip dan Penggunaan Personal Identification Number (PIN) pada Kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan Debit.

Sesuai aturan tersebut, bank-bank penyelenggara kartu ATM/debit diwajibkan untuk melakukan migrasi kartu pita magnetik ke chip. Batas waktu migrasi ditetapkan paling lambat akhir 2015. Untuk lebih memastikan keamanan transaksi kartu ATM/debit, dalam aturan baru tersebut Bank Indonesia juga mengatur mengenai penggunaan PIN.

Pertama, bank-bank penyelenggara kartu ATM/debit wajib menggunakan PIN paling sedikit 6 digit dari sebelumnya hanya 4 digit. Kedua, transaksi kartu ATM/debit wajib menggunakan PIN. Sebelumnya, transaksi belanja menggunakan kartu debit dapat menggunakan tandatangan

Undang-Undang

1 komentar
Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang diambil dengan menggunakan software card generator di Internet untuk melakukan transaksi di e-commerce.

Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan dengan seolah olah menawarkan dan menjual suatu produk atau barang dengan memasang iklan di salah satu website sehingga orang tertarik untuk membelinya lalu mengirimkan uang kepada pemasang iklan. Tetapi, pada kenyataannya, barang tersebut tidak ada. Hal tersebut diketahui setelah uang dikirimkan dan barang yang dipesankan tidak datang sehingga pembeli tersebut menjadi tertipu.

Pasal 378 dan 262 KUHP dapat dikenakan pada kasus carding, karena pelaku melakukan penipuan seolah-olah ingin membeli suatu barang dan membayar dengan kartu kreditnya yang nomor kartu kreditnya merupakan curian.



Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan. Selama ini, tindak pidana penipuan sendiri diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), dengan rumusan pasal sebagai berikut:


Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Walaupun UU ITE tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait dengan timbulnya kerugian konsumen dalam transaksi elektronik terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menyatakan:
“Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”
Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sesuai pengaturan Pasal 45 ayat (2) UU ITE.
Jadi, dari rumusan-rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE dan Pasal 378 KUHP tersebut dapat kita ketahui bahwa keduanya mengatur hal yang berbeda. Pasal 378 KUHP mengatur penipuan (penjelasan mengenai unsur-unsur dalam Pasal 378 KUHP silakan simak artikel Penipuan SMS Berhadiah), sementara Pasal 28 ayat (1) UU ITE mengatur mengenai berita bohong yang menyebabkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik (penjelasan mengenai unsur-unsur dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE silakan simak artikel Arti Berita Bohong dan Menyesatkan dalam UU ITE).
Walaupun begitu, kedua tindak pidana tersebut memiliki suatu kesamaan, yaitu dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Tapi, rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tidak mensyaratkan adanya unsur “menguntungkan diri sendiri atau orang lain” sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Pada akhirnya, dibutuhkan kejelian pihak penyidik kepolisian untuk menentukan kapan harus menggunakan Pasal 378 KUHP dan kapan harus menggunakan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Namun, pada praktiknya pihak kepolisian dapat mengenakan pasal-pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Artinya, bila memang unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, polisi dapat menggunakan kedua pasal tersebut.
Lepas dari itu, menurut praktisi hukum Iman Sjahputra, kasus penipuan yang menyebabkan kerugian konsumen dari transaksi elektronik jumlahnya banyak. Di sisi lain, Iman dalam artikel Iman Sjahputra: Konsumen Masih Dirugikan dalam Transaksi Elektronik juga mengatakan bahwa seringkali kasus penipuan dalam transaksi elektronik tidak dilaporkan ke pihak berwenang karena nilai transaksinya dianggap tidak terlalu besar. Menurut Iman, masih banyaknya penipuan dalam transaksi elektronik karena hingga saat ini belum dibentuk Lembaga Sertifikasi Keandalan yang diamanatkan Pasal 10 UU ITE.

Apa Itu Fraud ??

Kamis, 29 November 2012

0 komentar


Fraud adalah sebuah istilah dalam bidang IT yang artinya sebuah perbuatan kecurangan yang melanggar hukum (illegal-acts) yang dilakukan secara sengaja dan sifatnya dapat merugikan pihak lain. Istilah keseharian adalah kecurangan di beri nama yang berlainan seperti pencurian, penyerobotan, pemerasan, penjiplakan, pengelapan dll.
Prinsip suatu Fraud mempunyai Unsur – unsur sebagai berikut : 
  1. Adanya Perbuatan yang melawan hukum
  2. Dilakukuan oleh orang-orang dari dalam dan atau dari organisasi
  3. Untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan atau kelompok
Langsung dan / atau tidak langsung merugikan pihak lain. Dampak dari praktek – praktek tersebut sangat beragam, tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa cirri daripada fraud adalah adannya keuntungan yang tidak wajar dari para pelakunnya, baik individu, kelompok atau organisasi / perusahaan, yang tentu saja di imbangi dengan adannya kerugian dari pihak lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. 

Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, Country Coordinator GIPI-Indodesia. Mendifinisikan beberapa hal yang menyangkut penipuan melalui internet ini : 
  • Pertama, Penipuan terhadap institusi keuangan termasuk dalam kategori ini antara lain penipuan dengan modus menggunakan alat pembayaran, seperti kartu kredit / kartu debit.Dengan cara berbelanja melalui internet penipuan terhadap intitusi keuangan biasanya diawali dengan pencurian identitas atau informasi tentang seseorang seperti nomor kartu kredit, tanggal lahir, nomor KTP,PIN,Password dan lain-lain.
  • Kedua, Penipuan menggunakan kedok permainan (Gaming Fraud), termasuk dalam kategoru ini tebakan pacuan kuda secara online, judi internet, tebakan hasil pertandingan olah raga.
  •  Ketiga, Penipuan dengan kedok penawaran transaksi bisnis, penipuan kategori ini dapat dilakukan oleh dua belah pihak pengusaha dan individu. Umumnya dalam bentuk penawaran Investasi atau jual beli barang/jasa
  • Keempat, Penipuan terhadap instansi pemerintah, termasuk dalam kategori ini adalah penipuan pajak, penipuan dalam proses e-procurement dan layanan e-goverment, baik yang dilakukan oleh anggita masyarakat kepeda pemerintah maupun oleh aparat birokrasi kepada rakyat.

PETA